Festival Pertengahan Musim Gugur dimulai sekitar zaman Dinasti Xia dan Shang (2000-1600 SM). Pada Dinasti Zhou rakyat merayakan dengan cara memuja bulan. Pada Dinasti Tang tradisi itu lebih jelas dan merakyat. Pada Dinasti Song Selatan (1127-1279 M), orang mulai mengirimkan kue bulan pada rekan dan famili sebagai simbol keutuhan keluarga. Pada malam hari mereka berjalan-jalan keluar dan mengunjungi tepi danau menikmati bulan.
Pada Dinasti Ming dan Dinasti Qing, tradisi ini menjadi lebih populer. Muncul beberapa kebiasaan seperti menanam pohon musim gugur, menyalakan lentera dan Tari Naga. Tradisi yang paling utama yang sampai sekarang masih ada adalah bersama keluarga menikmati bulan perak sambil menikmati panganan serta arak.
Mid-Autumn Festival alias Moon Festival adalah perayaan kedua terpenting bagi warga Tionghoa, setelah tentunya Imlek. Moon Festival biasa digelar tiap hari ke-15 dan bulan ke-8 kalender China. Di berbagai negara termasuk Indonesia, Mid-Autumn Festival dirayakan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menyantap mooncake (kue bulan).
Festival Pertengahan Musim Gugur memiliki sebuah legenda, yaitu Legenda Dewi Bulan, Chang E. Dikisahkan di bumi muncul sepuluh matahari. Houyi, sang pemanah diutus ke bumi bersama istrinya Chang E untuk memanah sembilan matahari. Ia kemudian menjadi pahlawan yang dielu-elukan rakyat. Dewi khayangan turun dan memberikan obat panjang umur pada pasangan suami-istri itu. Karena terlampau dijunjung, Hou Yi akhirnya menjadi sombong. Istrinya menjadi sedih dan kemudian meneguk semua obat yang diberikan pada mereka. Akhirnya tubuhnya perlahan terangkat ke bulan dan menjadi Dewi Bulan.
Versi lain mengatakan bahwa rekan Hou Yi, Feng Meng iri akan pencapaian Hou Yi dan ingin mencuri obat panjang umur. Ia ingin mencurinya, tetapi Chang E berhasil mencegahnya dan dengan segera menelan obat itu.
Kini Mid-Autumn Festival dirayakan oleh warga keturunan Tionghoa di seluruh dunia. Mereka biasanya berkumpul dengan keluarga dan menyantap mooncake dengan berbagai isian. Di China, warga mengenakan pakaian tradisional dan melakukan upacara untuk menyembah bulan. Mereka menyalakan lilin berbentuk teratai, kemudian menghanyutkan nya di sungai. Hal ini mereka lakukan sambil mengucap permintaan, biasanya tentang kehidupan dan rezeki. Di beberapa wilayah China, masih ada tradisi membuat nasi ketan menjadi panganan manis. Panganan tersebut berbentuk bulat, menyiratkan bentuk bulan sekaligus menyimbolkan kebersamaan.